Diseksi Kelenjar Limfe Leher Pada Keganasan Kepala dan Leher

Willy Silyen, dr, Sp. THT-KL



Latar Belakang
       Pembesaran kelenjar limfe leher yang disebabkan proses metastase keganasan kepala dan leher merupakan faktor yang cukup penting dalam menentukan prognosa.1,2 Sekitar 80% keganasan pada saluran nafas dan saluran cerna bagian atas mengalami metastase pada kelenjar limfe leher.3
       Menurut kepustakaan, ditemukan pembesaran kelenjar limfe leher akibat metastase keganasan akan menurunkan angka kehidupan selama 5 tahun hingga 50%.4,5 Tingginya angka tersebut menimbulkan pendapat bahwa dengan pengangkatan kelenjar limfe leher dianggap sebagai prosedur pengobatan yang baik dalam mengontrol penyakit.4,6
       Diseksi kelenjar limfe leher merupakan tindakan membuang kelenjar limfe leher dan jaringan sekitarnya dengan tujuan menghilangkan sel-sel kanker yang berada pada kelenjar limfe tersebut.4,7,8

       Pada masa lalu, diseksi leher radikal dianggap sebagai tehnik yang paling baik dalam mengontrol keganasan. Namun, dengan semakin tingginya angka morbiditas dan mortalitas akibat tindakan tersebut, sehingga berkembanglah tehnik diseksi leher lainnya. Tehnik-tehnik ini tidak hanya mempertimbangkan sisi penyakit, namun mempertimbangkan komplikasi yang terjadi akibat tindakan.2,5,6,9
Kelenjar Limfe Leher
Klasifikasi dan Anatomi
       Leher memiliki kelenjar limfe yang dibagi menjadi 6 daerah. Pada kasus kanker, pembesaran kelenjar limfe pada daerah tertentu merupakan pola/gambaran metastase dari tumor primernya. Klasifikasi daerah kelenjar limfe menurut Sloan-Kettering Memorial adalah sebagai berikut :4,10-13
1.    Daerah I
Daerah ini dibagi menjadi 2 bagian, yaitu IA dan IB.
Daerah IA (submental), dibatasi oleh otot digastrikus bagian anterior dan tulang hioid.
Daerah IB (submandibula), dibatasi oleh otot digastrikus bagian anterior, otot stilohiod dan tepi inferior tulang mandibula.
2.    Daerah II
Daerah II terletak pada sepertiga atas vena jugularis interna, meluas dari dasar tengkorak hingga ke tepi inferior tulang hioid. Bagian anterior dibatasi oleh otot stiloideus dan bagian posterior dibatasi oleh tepi posterior otot sternokleidomastoid. Daerah ini dibagi menjadi 2 bagian, yaitu IIA yang terletak di anterior saraf asesorius dan IIB yang berada di posterior saraf asesorius.
3.    Daerah III
Daerah III terletak pada sepertiga tengah vena jugularis interna. meluas dari tepi inferior tulang hioid hingga ke tepi inferior kartilago krikoid. Bagian anterior dibatasi oleh tepi lateral otot sternohioid dan bagian posterior dibatasi oleh tepi posterior otot sternokleidomastoid
4.    Daerah IV
Daerah IV terletak pada sepertiga bawah vena jugularis interna, meluas dari tepi bawah kartilago krikoid hingga ke klavikula. Batas anterior dan posterior daerah ini sama seperti batas Daerah III.
5.    Daerah V
Daerah V terletak pada segitiga posterior leher, meluas dari bagian puncak otot sternokleidomastoid dan otot trapesius hingga ke klavikula. Bagian anterior dibatasi oleh tepi posterior otot sternokleidomastoid dan bagian posterior dibatasi oleh tepi anterior otot trapesius.
Daerah V dibagi menjadi 2 bagian berdasarkan bidang horisontal tepi inferior kartilago krikoid. Daerah VA berada di superior bidang ini yang meliputi kelenjar limfe saraf asesorius. Daerah VB berada di inferiornya yang meliputi kelenjar limfe arteri servikal transversal dan supraklavikula.
6.    Daerah VI
Daerah VI terletak pada anterior leher. Bagian lateral dibatasi oleh arteri karotis komunis, bagian superior oleh tulang hioid dan bagian inferior oleh fosa suprasternal.
Kelenjar limfe pada Daerah ini meliputi; kelenjar limfe paratrakea (trakeoesofagus), kelenjar limfe pretrakea (trakea bagian depan), kelenjar limfe paratiroid (disekitar kelenjar tiroid) dan kelenjar limfe prekrikoid (membran krikotiroid)

Gambar 2.1 Daerah kelenjar limfe leher (dikutip dari Harish K)4

Gambar 2.2 Tampak depan - Daerah VI kelenjar limfe leher (dikutip dari Ruggiero FP)8

Lokasi Tumor Primer
       Pola penyebaran/metastase tumor primer pada kelenjar limfe leher adalah sebagai berikut :10,11,13,14
1.    Daerah I
Pembesaran kelenjar limfe daerah IA biasanya disebabkan proses metastase kanker yang berasal dari dasar mulut, lidah bagian anterior, anterior mandibula, tepi alveolar dan bibir bawah.
Pada daerah IB, proses metastase kanker biasanya berasal dari rongga mulut, rongga hidung bagian anterior, jaringan lunak wajah dan kelenjar submandibula.
2.    Daerah II
Pembesaran kelenjar limfe Daerah II biasanya disebabkan proses metastase kanker yang berasal dari rongga mulut, rongga hidung, nasofaring, orofaring, hipofaring, laring dan kelenjar parotis.
3.    Daerah III
Pembesaran kelenjar limfe Daerah III biasanya disebabkan proses metastase kanker yang berasal dari rongga mulut, nasofaring, orofaring, hipofaring dan laring.
4.    Daerah IV
Pembesaran kelenjar limfe daerah IV biasanya disebabkan proses metastase kanker yang berasal dari hipofaring, laring, kelenjar tiroid dan esofagus bagian servikal.
5.    Daerah V
Pembesaran kelenjar limfe daerah V biasanya disebabkan proses metastase kanker yang berasal dari nasofaring, orofaring, kulit kepala dan leher bagian posterior.
6.    Daerah VI
Pembesaran kelenjar limfe daerah VI biasanya disebabkan proses metastase kanker yang berasal dari kelenjar tiroid, laring bagian glotis dan subglotis, sinus piriformis dan esofagus bagian servikal.
Pemeriksaan Kelenjar Limfe Leher
a.    Pemeriksaan Fisik
       Pemeriksaan kelenjar limfe leher dilakukan dengan cara mempalpasi setiap daerah/regio leher.
b.    Pemeriksaan Penunjang
       Pemeriksaan CT Scan, MRI, ultrasonografi maupun Positron Emission Tomography (PET) memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang sangat baik dalam menilai ada tidaknya pembesaran kelenjar limfe. Pemeriksaan penunjang tersebut dapat dilakukan apabila terdapat temuan yang meragukan pada pemeriksaan fisik daerah leher.2-4,6,10
       Fine Needle Aspiration (FNA) dilakukan untuk menentukan histologi kelenjar limfe. Pemeriksaan ini cukup akurat karena memiliki angka sensitifitas 94-100% dan spesifisitas 92-98%. FNA dapat membedakan keganasan yang berasal dari sel limfoid maupun sel epitelial.7,10

Gambar 2.3    Tanda panah pada CT Scan menunjukkan pembesaran kelenjar limfe di bawah otot sternokleidomastoid yang tidak teraba (dikutip dari Chong V)3

Diseksi Kelenjar Limfe Leher
Definisi
       Merupakan tindakan mengangkat kelenjar limfe leher dan dapat disertai jaringan sekitarnya dengan tujuan menghilangkan sel-sel kanker yang berada pada kelenjar limfe tersebut.2,4,7,8 
Klasifikasi
Klasifikasi diseksi kelenjar limfe leher yang digunakan secara luas adalah klasifikasi menurut American Academy of Otolaryngology - Head and Neck Surgery.7,8,10
Tabel 2.1 Klasifikasi diseksi kelenjar limfe leher
Klasifikasi 1991
Klasifikasi 2001
1.   Diseksi leher radikal (RND)
1.   Diseksi leher radikal (RND)
2.   Diseksi leher radikal modifikasi (MRND)
2.   Diseksi leher radikal modifikasi (MRND)
3.   Diseksi leher selektif (SND)
a)    Supraomohioid
b)    Lateral
c)    Posterolateral
d)    Anterior
3.   Diseksi leher selektif (SND)
a)     SND I-III/IV
b)    SND II-IV
c)     SND II-V, postauricula, suboksipital
d)    SND Level VI
4.   Diseksi leher yang diperluas
4.   Diseksi leher yang diperluas
dikutip dari Medina JE10

1.  Diseksi leher radikal (RND)4,10,12,15,16
Merupakan metode diseksi leher yang pertama kali diperkenalkan pada tahun 1906. Pada RND, dilakukan pengangkatan kelenjar limfe di daerah I-V serta struktur non kelenjar yaitu vena jugularis interna, otot  sternokleidomastoid dan saraf asesorius. Indikasi dan kontraindikasi RND dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.2 Indikasi dan kontraindikasi RND.
Indikasi
Kontraindikasi
·       Stadium N3
·       Metastase pada beberapa kelenjar limfe yang berdekatan dengan saraf asesorius (N2b, N2c).
·       Metastase berupa massa besar yang berdekatan dengan saraf asesorius.
·       Metastase melibatkan/menginvasi saraf asesorius.
·       Metastase berulang setelah dilakukan radiasi.
·       Metastase berulang setelah dilakukan diseksi leher.
·       Metastase melibatkan bagian otot atau kulit platisma.
·       Pada pemeriksaan klinis, tampak jelas ditemukan metastase ekstranodul.
·        Metastase jauh
·        Metastase tumor ke daerah dasar tengkorak, parafaring, otot prevertebra termasuk otot levator skapula atau otot skaleni.
·        Tumor primer tidak dapat dikontrol
·        Stadium N0.
·       Massa yang terfixir pada leher dalam.
·       Melibatkan/menginvasi pembuluh darah karotis.
·       Pasien menderita penyakit jantung dan paru.


Gambar 2.4 Diseksi leher radikal (dikutip dari Medina JE)10

2. Diseksi leher radikal modifikasi (MRND)1,5,10,12,14
Metode operasi ini hampir sama dengan RND, namun 1 atau lebih struktur non kelenjar seperti vena jugularis interna, otot  sternokleidomastoid dan saraf asesorius tetap dipertahankan. Tujuan utama MRND adalah sedapat mungkin mencegah komplikasi permanen setelah operasi seperti yang terjadi pada operasi RND.

MRND dibagi menjadi 3 tipe seperti yang terdapat pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.3 Tipe MRND.
Tipe MRND
Tujuan
Indikasi
Tipe 1
Mempertahankan saraf asesorius yang menginervasi otot trapesius, sehingga dapat mencegah disfungsi bahu.
·  Tumor tidak menginfiltrasi/menginvasi saraf asesorius tanpa memperhatikan ukuran, jumlah dan lokasi kelenjar limfe yang terlibat
Tipe 2
Mempertahankan saraf asesorius dan vena jugularis interna.
Tumor tidak menginfiltasi/menginvasi saraf asesorius dan vena jugularis interna.
·  Tehnik ini biasanya dilakukan tanpa direncanakan sebelumnya, tergantung dari penemuan saat operasi.
Tipe 3
(diseksi leher fungsional)
Mempertahankan saraf asesorius, vena jugularis interna dan otot sternokleidomastoid.
·  Stadium  N0 pada kasus karsinoma sel skuamus laring atau hipofaring.
·  Stadium N1, tidak terfixir dengan ukuran 2,5-3 cm.
·  Karsinoma berdiferensiasi tiroid dengan metastase pada kelenjar leher di segitiga posterior leher.



                                           a                                         b
Gambar 2.5 Tipe MRND (a) tipe I (b) tipe III (dikutip dari Medina JE)10

3.  Diseksi leher selektif (SND)4,7,8,10,12
Merupakan metode diseksi leher yang tetap mempertahankan 1 atau lebih Daerah kelenjar limfe dan struktur non kelenjar. Kelenjar limfe yang diangkat terutama pada kelompok Daerah yang memiliki resiko besar mengalami metastase dari tumor primer.
SND dibagi menjadi 4 tipe seperti yang terdapat pada tabel di bawah ini :
Tabel 2.4 Tipe SND.
Tipe SND
Tujuan
Indikasi
Tipe I
Mengangkat kelenjar limfe leher yang berada pada daerah I-III/IV

·  Staging N0 dan N1 pada metastase karsinoma sel skuamus saluran nafas dan saluran cerna bagian atas
·  Tumor rongga mulut tanpa gambaran metastase yang jelas pada kelenjar limfe leher
·  Stadium tumor T2-T4N0 atau  TXN1 dengan ukuran nodul kurang dari 3 cm, tidak terfixir dan terletak pada daerah I atau II
·  Parotidektomi pada karsinoma sel skuamus parotis
·  Melanoma pada pipi atau zigoma (ketebalan 1,5-3,99mm)
·  Bilateral SND Tipe I dilakukan pada kasus tumor lidah dan dasar mulut.
Tipe II
Mengangkat kelenjar limfe leher yang berada pada daerah II-IV
·  Pembesaran kelenjar limfe leher akibat tumor orofaring, hipofaring dan laring stadium T2-T4 N0/N1 atau T1-N1 dengan pembesaran kelenjar limfe pada daerah I atau II
Tipe III
Mengangkat kelenjar limfe leher yang berada pada daerah II-V, postaurikula dan suboksipital
·  Keganasan kulit (karsinoma sel skuamus, melanoma, karsinoma sel Merkel)
·  Sarkoma jaringan lunak
Tipe IV
Mengangkat kelenjar limfe leher yang berada pada daerah VI
·  Karsinoma berdiferensiasi tiroid
·  Karsinoma paratiroid
·  Karsinoma subglotis
·  Karsinoma glotis dengan penyebaran ke subglotis
·  Karsinoma esofagus bagian servikal
·  Karsinoma hipofaring dengan metastase kelenjar paratrakea

Tabel 2.5 Pemilihan tipe SND berdasarkan tumor primer stadium N0
Organ
Nodal Clearance
Oral cavity
I, II, III
Tongue
I, II, III, IV
Hypopharynx, larynx, oropharynx
II, III, IV
Some laryngeal and hypopharyngeal lesions where IIB is not removed
IIA, III, IV
Laryngeal, hypopharyngeal extending below glottis
II, III, IV, VI
Thyroid, hypopharynx, cervical trachea, cervical esophagus, sub-glottic larynx
VI
Cutaneous carcinoma of posterior scalp and upper neck
II – V, Post auricular, Suboccipital
Cutaneous malignancy from pre-auricular, anterior scalp and temporal Daerahn
II, III, VA, parotid, facial, external jugular nodes
Cutaneous malignancy of anterior or lateral face
I, II, III
dikutip dari Harish K4


                     a                                           b                                           c
Gambar 2.6 Tipe SND (a) tipe I (b) tipe II (c) tipe III (dikutip dari Medina JE)10

4.  Diseksi leher yang diperluas 7,8,10,12
Tehnik diseksi leher ini hampir sama dengan dengan RND, hanya saja struktur yang diangkat lebih diperluas lagi tergantung struktur yang terlibat akibat metastase.
Struktur yang kemungkinan dapat diangkat pada diseksi jenis ini adalah; kelompok kelenjar limfe retrofaring, paratrakea dan mediastinum bagian atas serta struktur non kelenjar yaitu kulit leher, arteri karotis, otot levator skapula, saraf vagus dan hipoglosus.
Indikasi diseksi leher yang diperluas biasanya direncanakan sebelum operasi berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang (CT Scan atau MRI) atau dilakukan pada saat operasi ketika ditemukan bahwa tumor telah menginvasi struktur disekitarnya.

Gambar 2.7 Diseksi leher yang diperluas dengan mengangkat arteri karotis komunis (dikutip dari Lango MN)7

 Tehnik Operasi7,10,12
1.   Desinfeksi dan demarkasi lapangan operasi.
2.   Insisi tergantung jenis pilihan diseksi kelenjar limfe leher yang akan diangkat (gambar 2.8).
3.   Identifikasi struktur otot, pembuluh darah (vena dan arteri) saraf dan  kelenjar limfe leher (gambar 2.9).
4.   Pemisahan struktur dilakukan secara hati-hati dengan cara diseksi tumpul.
5.   Dilakukan pengangkatan kelenjar limfe leher dan struktur non kelenjar yang mengalami infiltrasi.
6.   Setelah terangkat, daerah operasi dicuci dengan larutan saline, kemudian dipasang drain.
7.   Luka operasi ditutup, dilakukan penjahitan pada otot platisma kemudian jahitan pada kulit.

Gambar 2.8 Insisi diseksi kelenjar limfe leher (dikutp dari Lango MN)7

Gambar 2.9 Struktur otot, pembuluh darah dan saraf pada leher (dikuti dari Medina JE)12


Komplikasi 2,7,9,10,12
1.  Selama operasi : perdarahan yang biasanya berasal dari vena jugularis interna, pneumotorak akibat cidera pleura, cidera saraf, fistula chile akibat kebocoran aliran limfatik.
2.  Setelah operasi : Keterbatasan gerak bahu akibat diangkatnya saraf asesorius, edem wajah dan edem otak akibat ligasi vena jugularis interna, kebutaan, infeksi, nekrosis flap, deformitas wajah khususnya bibir bagian bawah akibat cidera saraf fasialis cabang mandibula atau cidera servikal yang mensarafi otot platisma.


DAFTAR PUSTAKA

1.    Gavilán J, Herranz J. Modified Neck Dissection. Operative Techniques in General Surgery. 2004 June; 6(2): 83-94.

2.      Andersen PE, Saffold S. Management of Cervical Metastasis. In: Shah JP, Patel SG, editors. Cancer of The Head and Neck. Canada: BC Decker Inc; 2001. p. 274-86.

3.    Chong V. Cervical lymphadenopathy: what radiologists need to know. International Cancer Imaging Society. 2004; 4: 116-20.
4.    Harish K. Neck Dissections : Radical To Conservative. World Journal of Surgical Oncology. 2005; 3(21): 1-13.

5.      Werning J, Meyers AD. Modified Radical Neck Dissection. [internet]. 2010. [Updated 2010 Mar 24; cited 2012 Mar 9]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/854296.

6.  Myers EN, Gastman BR. Neck Dissections : An Operation in Evolution. Arch Otolaryngol Head and Neck Surg. 2003 Jan; 129: 14-25.

7.      Lango MN, O’malley BW, Chalian AA. Neck Dissection. ACS Surgery: Principles and Practice. 2009; 1(9): 1-10.

8.      Ruggiero FP, Meyers AD. Neck Dissection Classification. [internet]. 2011. [Updated 2011 Nov 23; cited 2012 Mar 9]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/849834.

9.    Selcuk A, Selcuk B, Bahar S, Dere H. Shoulder function in various types of neck dissection. Role of spinal accessory nerve and cervical plexus preservation. Tumori. 2008;  94: 36-39.

10.  Medina JE. Neck Dissecction. In: Bailey BJ, Johnson JT, editors. Head & Neck Surgery – Otolaryngology. 4th ed. Philadelphia:  Lippincott Williams & Wilkins; 2006. p. 1585-605.

11.  Robbins KT, Clayman G, Levine PA, Medina J, Sessions R, Shaha A, et al. Neck Dissection Classification Update. Revision proposed by the American Head and Neck Society and the American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery. Arch Otolaryngol Head Neck Surg. 2002; 128: p. 751-8.

12.  Medina JE, Loré JM. The Neck. In: Loré JM, Medina JE. An Atlas of Head & Neck Surgery. 4th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2005. p. 780-822.

13.  Smith RV, Frenz D. Surgical Anatomy of the Neck and Classification of Dissections. In: Water TRVD, Staecker H. Otolaryngology. Basic Science and Clinical Review. New York: Thieme Medical Publishers; 2006. p. 598-609.

14. Gavilán J, Herranz J, Desanto LW, Gavilán C. Functional and Selective Neck Dissection. New York: Thieme Medical Publishers; 2002. p. 7-9, 28-32.

15.   Shaha AR. Radical Neck Dissection. Operative Techniques in General Surgery. June 2004; 6(2): p 72-82.


16.   March AR, Myers AD. Radical Neck Dissection. [internet]. 2009. [Updated 2009 Sep 15; cited 2012 Mar 12]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/849895.