Intubasi Endotrakea
Intubasi endotrakea merupakan cara yang paling cepat untuk memperbaiki jalan napas. Dapat dilakukan secara transnasal atau transoral. Intubasi dilakukan sebelum trakeostomi atau untuk mempertahankan jalan napas jika dianggap gangguan pernapasan bersifat sementara. Bila mungkin, tindakan ini dilakukan sebelum trakeostomi, terutama pada bayi dan anak.
Keuntungan intubasi adalah :
1. Dapat segera mengontrol saluran napas.
2. Menghindari trauma trakeostomi yang tergesa-gesa.
3. Anestesi umum dapat diberikan pada waktu melakukan trakeostomi.
4. Menghindari komplikasi pneumotoraks yang dapat terjadi sewaktu trakeostomi dilakukan pada pasien yang sedang berusaha keras untuk bernapas.
Teknik :
Laring dilihat dengan laringoskop, kemudian dimasukkan pipa endotrakea dengan balon atau bronkoskop. Dalam keadaan darurat, pipa harus dimasukkan melalui mulut. Banyak pasien yang memerlukan intubasi dalam keadaan tidak sadar atau semikoma sehingga tidak diperlukan anestesi. Meskipun belum terbukti bahwa tanpa anestesi akan meningkatkan terjadinya refleks vasovagal dan henti antung, maka bila mungkin, sebaiknya dicoba memperbaiki oksigenisasi sebelum melakukan intubasi.Pada pasien yang sadar, anestesi dapat diberikan dengan aplikasi topikal melalui faring dan sinus piriformis atau suntikan pada n. laringius interna.
Komplikasi :
Pipa yang terpasang di laring untuk waktu lama dapat menimbulkanulserasi mukosa, pembentukan jaringan granulasi, edem subglotis dan akhirnyastenosis laring dan trakea. Komplikasi ini lebih sering pada pasien sadar atau hiperaktif dengan refleks menelan yang aktif. Pada umumnya, bila diperkirakan perlu intubasi lebih lama dari 48 sampai 72 jam, sebaiknya dilakukan trakeostomi, oleh karena pembersihan sekret dari traktus trakeobronkial lebih sukar dan lebih mudah timbul sumbatan pada pipa endotrakea. Pada endotrakea mungkin lebih menguntungkan pada bayi dan anak kecil, karena lebih sering timbul komplikasi akut akibat trakeostomi, yang lebih buruk dari pada kerugian akibat intubasi.
Krikotirotomi (Koniotomi)
Dalam keadaan tertentu, jalan napas dapat diperbaiki dengan membuka trakea melalui membran kortikotiroid. Teknik ini diterangkan oleh Vicq d’Azur pada tahun 1805. keuntungan teknik ini bahwa membran krikotiroid berada langsung di bawah kulit dan jaringan subkutan, dan hanya memerlukan alat serta teknik yang sederhana untuk memperoleh udara pernapasan dengan cepat. Kerugian teknik ini banyak, sehingga terbatas penggunaannya. Ruang kortikotiroid relatif sempit dan sering tidak cukup untuk memasukkan pipa trakeostomi dengan ukuran adekuat tanpa merusak kartilago krikoid. Tiap luka pada krikoid dapat diikuti dengan perikondritis dan stenosis laring. Insisi pada membran krikotiroid dapat merusak konus elastikus, menimbulkan perubahan suara yang permanen. Arteri krikotiroid masuk ke dalam ruang krikotiroid dekat garis tengah yang mungkin menjadi sumber perdarahan yang cukup banyak selama melakukan teknik ini. Komplikasi utama krikotirotomi ialah stenosis laring. Makin lama pipa terpasang pada membran krikotiroid, makin besar kemungkinan terjadi perikondritis, pembentukan jaringan granulasi, dan akhirnya stenosis laring.
Indikasi :
Bila intubasi endotrakea tidak mungkin dilakukan, trakeostomi atau krikotirotomi mungkin diperlukan untuk mengatasi obstruksi jalan napas. Pada umumnya, trakeostomi merupakan teknik yang lebih baik, tetapi dalam keadaan darurat tertentu krikotirotomi merupakan cara terbaik untuk mempertahankan jalan napas, menghindari asfiksi dan kematian. Indikasi krikotirotomi antara lain ialah :
- Perlengkapan dan alat-alat intubasi endotrakea atau trakeostomi tidak memadai untuk mengatasi obstruksi jalan napas yang berat.
- Kebutuhan untuk mempertahankan jalan napas dilakukan oleh tenaga yang tidak terlatih medis
- Keperluan untuk mempertahankan jalan napas pada obstruksi laring karena tumor, sehingga seluruh bagian krikotiroid akan ikut dikeluarkan pada saat operasi definitif.
Teknik :
Ruang krikotiroid ditentukan dengan melakukan ekstensi kepala dan meraba penonjolan arkus kartilago krikoid yang terdapat 2-3 cm di bawah lekuk ”V” yang menonjol dari tulang rawan tiroid pada orang dewasa. Insisi horisontal yang kecil dibuat dengan benda tajam apa saja, tepat di atas batas atas tulang rawan krikoid, sehingga tampak membran krikotiroid, dan kemudian ditembus pada garis tengah. Luka tembus diperluas ke lateral dengan alat yang tipis dan tumpul tanpa menggunakan tenaga untuk menghindari perdarahan dari arteri krikotiroid. Bila pipa tidak tersedia, jalan napas dipertahankan dengan memisahkan kartilago krikoid dan tiroid, menggunakan tangkai pisatu atau alat lain yang tipis. Dengan membuat insisi melalui membran krikotiroid lebih dekatke kartilago krikoid, perdarahan dari arteri krikotiroid biasanya dapat dihindari. Melakukan punksi rongga krikotiroid dengan jarum suntik yang besar (No.15) dapat dicoba pada keadaan darurat, akan tetapi udara pernapasan tidak adekuat, kecuali bila digunakan lebih dari satu jarum.
Trakeostomi
Trakeostomi ialah pembuatan lubang di dinding anterior trakea, untuk mempertahankan jalan napas. Pertama kali dikemukakan oleh Aretaeus dan Galenpada abad pertama dan kedua Sesudah Masehi. Walaupun teknik ini dikemukakan berulang kali setelah itu, tetapi orang pertama yang diketahui secara pasti melakukan tindakan ini ialah Antonio Brasavola pada tahun 1546. Prosedur ini disebut dengan berbagai istilah, antara lain laringotomi dan bronkotomi sampai istilah trakeotomi diperkenalkan oleh Heister pada tahun 1718. Pada tahun-tahun terakhir, digunakan istilah trakeostomi, yang lebih tepat. Pipa trakeostomi yang pertama dengan kanul dalam diperkenalkan oleh George Martine di Inggris kira-kira tahun 1730 untuk menghindari sumbatan pipa pasca bedah.
Indikasi :
Trakeostomi dapat dilakukan untuk tujuan terapi atau sebagai suatu prosedur berencana. Trakeostomi berencana mungkin diperlukan bila diramalkan akan terjadi problema pernapasan pada pasien pasca bedah daerah kepala, leher atau toraks atau pasien dengan insufisiensi paru kronik. Indikasi yang jarang ialah pada pasien, yang intubasi orotrakea sukar dilakukan atau tak mungkin dilakukan untuk tujuan anestesi umum. Trakeostomi juga harus dilakukan sebelum pembedahan tumor-tumor orofaring atau laring untuk menghindari manipulasi tumor yang tidak perlu. Trakeostomi untuk terapi perlu dilakukan pada tiap kasus insufisiensi pernapasan yang disebabkan oleh hipoventilasi alveolus untuk memintas sumbatan, mengeluarkan sekret atau untuk tujuan penggunaan pernapasan buatan secara mekanis. Bila mungkin, trakeostomi terapi harus didahului oleh intubasi endotrakea. Walaupun intubasi endotrakea dapat segera memperbaiki gangguan jalan napas, trakeostomi harus dilakukan bila diperhitungkan perlu perawatan jalan napas lebih dari 48 jam, karena :
- Mengeluarkan sekret jauh lebih mudah lewat suatu pipa trakeostomi, dan kemungkinan terjadinya obstruksi pipa lebih kecil.
- Pasien sangat sulit menelan dengan adanya pipa endotrakea.
- Membersihkan pipa endotrakea pada posisinya sulit dan untuk mengganti pipa diperlukan laringoskopi berulang.
- Intubasi lama endolaring menimbulkan ulserasi mukosa yang akhirnya dapat menjadi granuloma, adhesi dan stenosis laring.
- Trakeostomi kurang menyebabkan rangsangan refleks batuk, yangmungkin penting pada pasien dengan kelainan saraf dan pasca bedah.
- Dengan trakeostomi pasien yang sadar dapat berbicara.
Penentuan Saat Trakeostomi :
Pasien yang sadar dan menderita obstruksi saluran napas bagian atas, biasanya menunjukkan tanda hipoksemi akut, antara lain, denyut nadi dan frekuensi napas bertambah, gelisah, bingung dan udara yang masuk berkurang. Pada keadaan demikian pasien akan kelelahan untuk mempertahankan kadar gasdarah yang adekuat sebelum terjadi desaturasi oksigen dalam arteri, yaitu pO2 turun sampai 40 mmHg. Bila terjadi desaturasi, timbul dekompensasi sirkulasi dan pernapasan dengan cepat dan kematian segera terjadi. Oleh karena itu, tanda-tanda desaturasi seperti sianosis, koma dan hipotensi merupakan tanda insufisiensi lanjut, dan mungkin mendahului resusitasi. Pada umumnya, pasien yang menderita sumbatan jalan napas dengan tanda hipoksemia yang meningkat, harus dilakukan trakeostomi. Pada pasien tak sadar dengan insufisiensi pernapasan, tanda klinis hipoksemia mungkin kurang jelas, tetapi karena kehilangan mekanisme proteksi, maka perlu trakeostomi lebih dini. Bila timbulnya insufisiensi pernapasan lambat maka tanda-tanda hipoksemia minimal, dan manifestasi hiperkapnia lebih jelas. Sakit kepala, pusing, berkeringat, dan muka kemerahan merupakan tanda permulaan.
Teknik :
Teknik trakeostomi ditentukan sampai batas tertentu oleh keadaan yang memerlukan tindakan tersebut. Yang terpenting adalah memperoleh udara pernapasan secepat dan seefisiensi mungkin dengan menghindari trauma pada laring, trakea dan struktur yang berdekatan. Bila mungkin, dilakukan intubasi endotrakea sebelum trakeostomi terapi, terutama pada anak.
Intubasi bila perlu, dapat dilakukan tanpa anestesi. Jika tidak mungkin melakukan intubasi, ventilasi dan oksigenasi melalui kantong dan masker sangat membantu. Jika udara pernapasan telah terkontrol, dapat dilakukan trakeostomi dengan lebih cermat dan trauma minimal. Pasien tidur telentang dengan bantal di bawah bahu, untuk memperoleh ekstensi leher yang maksimal. Posisi ini sulit dipertahankan pada pasien yang sadar dengan gangguan pernapasan, sehingga mungkin perlu dipegangi pada posisi tersebut. Anestesi tidak diperlukan pada pasien yang tidak sadar. Anestesi lokal pada umumnya sudah cukup untuk pasien sadar, termasuk anak. Anestesi umum diberikan bila terpasang pipa endotrakea, tetapi merupakan kontraindikasi, jika intubasi belum dilakukan. Anestesi lokal diberikan dengan infiltrasi kulit pada garis insisi dan bahan disuntikan ke jaringan yang lebih dalam di garis tengah sampai pada dinding trakea anterior. Lidocaine (Xylocaine) 1% dengan epinefrin 1:150.000 merupakan obat yang memuaskan. Insisi kulit ditentukan berdasarkan situasi dan kondisi. Jika trakeostomi dilakukan bersamaan dengan bedah kepala dan leher, insisi disesuaikan dengan rencana operasi yang akan dilakukan. Jika trakeostomi tersendiri, bila mungkin dibuat insisi kulit horisontal. Insisi dibuat sepanjang 5 cm, kira-kira dua jari diatas fosa suprasternal. Tak ada sedikitpun keraguan bahwa hasil kosmetik insisi horisontal lebih baik dibandingkan insisi vertikal. Dalam keadaan gawat dan bantuan tidak tersedia, dilakukan insisi vertikal di garis tengah sepanjang 4 cm supaya cepat dan perdarahan minimal. Insisi kulit diperdalam sampai terlihat otot penggantung. Pada titik ini, untuk menentukan letak trakea perlu dilakukan palpasi untuk menghindari diseksi terlalu lateral. Otot penggantung dipisahkan secara vertikal digaris tengah, dan disingkirkan ke lateral, maka tampak fasia pretrakea yang menutupi trakea dan ismus tiroid. Tampak banyak vena turun ke fasia dari tiroid, tetapi dengan tetap bekerja di garis tengah pada bidang vertikal, sebagian besar vena dapat dihindari. Ismus tiroid hampir selalu berada di atas cincin trakea ke III dan biasanya dapat disingkirkan ke atas dengan retraktor kecil dan tumpul untuk membebaskan trakea. Ismus tiroid tidak perlu dipotong, sehingga perdarahan dapat dihindari, kecuali pada ismus yang luar biasa lebar, harus dipotong di antara dua klem, dan diikat pada pinggiran potongan.
Dengan menyuntikan beberapa tetes kokain 10% ke trakea pada titik ini akan membantu mengurangi refleks batuk pada saat memasukkan pipa trakeostomi. Trakea harus difiksasi dengan memasukkan pengait pada dinding anterior antara cincin ke-1 dan ke-2, kemudian ditarik ke arah atas dan luar. Dinding anterior trakea diinsisi secara vertikal, sebanyak 2 sampai 3 cincin. Insisi trakea angan lebih tinggi dari cincin ke-2, untuk mencegah rangsangan pipa trakeostomi pada kartilago krikoid yang dapat menyebabkan perikondritis. Jangan membuang tulang rawan dari dinding anterior trakea, karena dapat menimbulkan defek besar pada trakea yang tidak perlu pasca ekstubasi, sehingga terjadi granulasi yang mengganggu dan memperlambat penyembuhan.
Pada pasien anak kecil, stenosis trakea dapat terjadi akibat eksisi tulang rawan. Telah dibuktikan bahwa insisi vertikal akan sembuh lebih cepat dari pada eksisi tulang rawan, atau insisi horisontal pada trakea. Insisi trakea diperlebar dengan dilator Truosseau atau klem yang besar, kemudian pipa dimasukkan, dijaga agar tidak mengenai dinding posterior trakea. Balon dikontrol dengan cara inflamasi untuk mengetahui ada tidaknya kerusakan pada balon pada waktu memasukkan pipa. Segera setelah pipa masuk, sering timbul batuk-batuk hebat, dan beberapa pasien dapat timbul apnea karena kehilangan rangsangan hipoksia untuk bernapas Hal ini harus diperhitungkan sebelumnya, dan bila perlu dilakukan bantuan pernapasan. Pipa trakeostomi harus dipilih dengan hati-hati. Akhir-akhir ini pemakaian pipa perak ukuran standar tipe Holinger dan Jackson telah ditinggalkan dan diganti dengan pipa jenis silikon atau Portex. Alasannya untuk mengurangi trauma pada dinding trakea, mengurangi kanul dalam, dan ekonomis. Panjang pipa trakeostomi juga penting, dan seringkali perlu disesuaikan panjangnya untuk tiap individu. Hal ini lebih mudah dilakukan dengan memotong pipa silikon tetapi tidak mungkin dilakukan pada pipa logam. Diameter pipa dipilih yang terbesar, kira-kira sesuai denga tiga perempat diameter trakea. Ukuran rata-rata No. 6 untuk wanita dewasa atau untuk pria No. 7 atau No. 8. Pipa dengan balon mungkin perlu bila ada masalah aspirasi, atau jika diperlukan respirator dengan tekanan positif. Pipa dengan balon bertekanan rendah saat ini telah tersedia dan harus dipakai, tetapi balon harus dikempiskan secara perkasa.
Insisi kulit tidak dijahit dan tidak diperban dengan tekanan karena dapat menimbulkan emfisem subkutan, pnemomediastinum dan pnemotoraks. Kasa kecil dapat diletakkan antara pinggir pipa dan kulit leher.
gioco digitale gioco digitale starvegad starvegad 11bet 11bet 1xbet 1xbet ラッキーニッキー ラッキーニッキー bk8 bk8 bet365 bet365 betway betway betway login betway login 온라인카지노 온라인카지노 187
BalasHapus