Kelenjar dan Hormon Tiroid

Willy Silyen, dr
Resident of ENT & Head Neck Surgery Department
Brawijaya University-Saiful Anwar General Hospital
Malang 2010


Embriologi
            Kelenjar tiroid merupakan kelenjar yang terbentuk paling awal diantara seluruh kelenjar tubuh manusia yaitu sekitar umur kehamilan 24 hari dan pertama kali dapat diidentifikasikan pada usia kehamilan 4 minggu.8,9
            Kelenjar tiroid berasal dari foramen sekum yaitu lekukan faring antara branchial pouch  pertama dan kedua. Pada bagian tersebut terjadi penebalan di daerah garis median kemudian terbentuk divertikulum tiroid  yang kemudian membesar, tumbuh dan mengalami migrasi ke bawah. Divertikulum tiroid akhirnya melepaskan diri dari faring, sebelum lepas, kelenjar tiroid berbentuk sebagai duktus tiroglosus yang berawal dari foramen cecum di basis lidah (gambar 2.1). Pada umumnya duktus ini akan menghilang pada usia dewasa, tetapi pada beberapa keadaan masih menetap, sehingga dapat terjadi kelenjar disepanjang kartilago tiroid hingga basis lidah.10,11,12,13
            Proses organifikasi pada janin dimulai pada usia 10 minggu kehamilan, dan pada akhir trimester pertama kadar hormon T4 dan TSH sudah dapat dideteksi pada darah janin.1
Gambar 2.1 Embriologi kelenjar tiroid (dikutip dari Stewart WB)10

Anatomi  
              Kelenjar tiroid terletak pada leher bagian depan, tepat di bawah kartilago krikoid, disamping kiri dan kanan trakea. Pada orang dewasa beratnya lebih kurang 14 - 18 gram. Kelenjar ini terdiri atas dua lobus yaitu lobus kiri dan lobus kanan, dipisahkan oleh ismus  di garis tengah yang biasanya menutupi cincin trakea 2 dan 3, sehingga bentuknya menyerupai huruf  H atau dasi kupu-kupu.10,12,14
            Kelenjar tiroid menempati ruangan yang dibagian medialnya dibatasi oleh laring dan trakea, sedangkan bagian lateralnya oleh m. Sternokleidomastoid dan selubung karotis, melekat pada permukaan anterior dan lateral sebagian laring dan trakea bagian atas. Lobus lateral panjangnya kurang lebih 5 cm melebar ke atas mencapai pertengahan kartilago tiroidea dan pelebaran kebawah mencapai cincin trakea ke 6. Kapsul fibrous menggantungkan kelenjar ini pada fasia pratrakea sehingga pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan gerakan terangkatnya kelenjar ke arah kranial, yang merupakan ciri khas dari kelenjar tiroid (gambar 2.2).9,10,12
            Kelenjar tiroid divaskularisasi oleh sepasang a. tiroid superior yang berasal dari a. karotis komunis atau a. karotis eksterna,  sepasang a. tiroid inferior dari a. subklavia, dan kadang-kadang dapat ditemukan a. tiroid ima yang berasal dari a. brakiosefalik salah satu cabang dari arkus aorta.9,10,12
            Inervasi kelenjar tiroid berasal dari ganglion servikal superior dan N. laringeus superior yang merupakan cabang dari N. vagus. Kedua saraf ini akan bergabung menjadi satu didalam kelenjar tiroid dan berjalan disepanjang arteri tiroid superior. N. laringeus rekurens berjalan disekitar kelenjar tiroid, pada tindakan tiroidektomi sering terjadi cedera dari nervus ini terutama N. laringeus kanan karena letaknya yang lebih lateral yaitu setinggi arteri tiroid inferior.9
 










Gambar 2.2 Anatomi kelenjar tiroid (dikutip dari Putz R)15
Histologi kelenjar tiroid
            Struktur histologi kelenjar tiroid terdiri dari lobus-lobus, masing-masing lobus mempunyai ketebalan lebih kurang 2 cm, lebar 2,5 cm dan panjangnya 4 cm. Tiap-tiap lobus tersusun oleh 30 – 40 sel folikel (thyrocyte) dan parafolikuler. Di dalam folikel ini terdapat rongga yang berisi koloid dimana hormon-hormon disintesa. Folikel adalah unit fungsional kelenjar tiroid. Dinding folikel terdiri dari  sebuah lapisan sel-sel folikular epitel tunggal, yang membungkus suatu rongga sentral. Epitel folikuler akan berbentuk kolumnar jika distimulasi TSH dan berbentuk kuboid jika kelenjar tidak aktif.2,3,9
            Sel folikel mensintesis tiroglobulin (Tg) yang disekresikan ke dalam lumen folikel, Tg merupakan protein yang berukuran 660 kDa, yang disintesis di dalam ribosom, mengalami glikosilasi di dalam retikulum endoplasmik dan ditranslokasi pada apparatus golgi. Tg mengandung sekitar 70 asam amino tirosin yang merupakan komponen utama dalam dalam pembentukan tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) ketika bersenyawa dengan yodium.2,3,5,16










Gambar 2.3 Struktur histologi kelenjar tiroid (dikutip dari Guyton AC)3
Hormon Tiroid
Sintesis hormon tiroid
            Untuk menghasilkan hormon tiroid,  kelenjar tiroid memerlukan yodium, yaitu suatu elemen esensial yang terdapat di dalam makanan dan air. Tanpa adanya yodium proses sintesis hormon tiroid tidak akan terjadi. Kelenjar tiroid menangkap yodium dan mengolahnya menjadi hormon tiroid. Setelah hormon tiroid digunakan, beberapa yodium di dalam hormon kembali kedalam kelenjar tiroid dan didaur-ulang untuk kembali menghasilkan hormon tiroid. 2,5,6
            TSH/Thyrotropin merupakan hormon yang memegang peranan dalam menstimulasi terjadinya sintesis hormon di dalam kelenjar tiroid. TSH   merupakan   satu   dari   empat   hormon  yang  dihasilkan  oleh kelenjar  pituari anterior, dengan berat molekul sekitar 26,000 – 28,000 dalton. Produksi TSH terjadi oleh adanya stimulasi dari Thyrotropin Releasing Hormone (TRH), yang dihasilkan oleh hipotalamus yang kemudian akan menstimulasi kelenjar pituari sehingga menghasilkan TSH. Pada keadaan normal kadar TSH yang terdapat di dalam tubuh berkisar antara 0.5-5 mU/ml (mikroUnit/mililiter).2,6,9
            TSH berperan penting dalam sintesis hingga mengatur kadar hormon tiroid, menstimulasi terjadinya uptake yodida melalui suatu transporter hingga terjadinya pelepasan T3 dan T4 kedalam sirkulasi. Ketika jumlah T3 dan T4 dalam sirkulasi sedikit maka hipotalamus akan menghasilkan jumlah TRH yang besar dan meningkatkan pembentukan TSH. Sebaliknya ketika jumlah T3 dan T4 di sirkulasi meningkat maka melalui mekanisme negative feedback yang dilakukan oleh T3 dan T4 pada hipotalamus, menyebabkan produksi TSH menurun untuk menjaga keseimbangan produksi hormon tiroid pada kelenjar tiroid.2,6,9


 








Gambar 2.4    Mekanisme umpan balik negatif hormon tiroid (dikutip dari   Gorges R)16

Mekanisme sintesis hormon tiroid pada dasarnya melalui 7 tahapan utama (gambar 2.10), yaitu :
a.    Pengambilan yodida (Trapping)
Pada proses ini,  Yodida ( I- ) bersama natrium (Na+) yang beredar di dalam darah akan ditangkap oleh transporter yang terletak pada membran  basolateral sel folikel, dan dibawa masuk kedalam sitoplasma sel folikel tiroid (I- uptake).  Transporter merupakan suatu  protein plasma yang dikenal dengan istilah sodium iodide symporter (NIS).  NIS merupakan glikoprotein dengan berat 85 kDa yang terletak pada membran basal dan memiliki 13 segmen transmembran (gambar 2.5).2,3,5,14

Masuknya I-  dan Na+ akan mengaktifkan pompa Na+/K+ ATPase yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan gradien didalam sel, dimana 3Na+ akan dilepaskan ekstraseluler dan 2K+ akan dimasukkan ke intraseluler. Tahap trapping  terjadi karena adanya rangsangan dari TSH..2,9,18,19
Gambar 2.5 Uptake yodida kedalam sel folikel oleh NIS (dikutip dari Carassco)2

b.    Oksidasi
Setelah yodida masuk kedalam sel folikel, maka untuk dapat digunakan sebagai bahan sintesis hormon,  yodida tersebut harus dikonversikan menjadi bentuk aktif yaitu yodium (I0) sehingga dapat berikatan dengan tirosin, dimana proses ini terjadi di dalam koloid. Proses perpindahan yodida dari sitoplasma sel folikel kedalam koloid (I- efflux) diperantarai oleh beberapa protein yaitu apical iodide transporter (AIT), enzim pendrin, dan saluran kalsium yang terletak pada membran apeks sel folikel.2,3,6
Yodida yang berada di dalam koloid kemudian dioksidasi menjadi bentuk yodium oleh enzim thyroid peroksidase (TPO) dan H2O2. Yodium yang telah terbentuk kemudian akan berikatan dengan tirosin yang berada di dalam Tg, proses ini dikenal dengan istilah iodonisasi atau organification (gambar 2.5).  Ikatan antara yodium dan tirosin pertama kali akan membentuk monoiodotirosin (MIT) dan kemudian membentuk diiodotirosin (DIT) yang akan tersimpan di dalam Tg.2,3,5,19,20
Gambar 2.6 Proses ikatan yodium dengan tirosin/organification (dikutip dari Mallery C)20
 

             Rantai Monoiodotirosin (MIT)                                     Rantai Diodotirosin (DIT)
Gambar 2.7 Struktur rantai asam amino MIT dan DIT (dikutip dari Guyton AC)3

c.    Penggandengan (Coupling)
Dalam molekul tiroglobulin, monoiodotirosin (MIT) dan diiodotirosin (DIT) yang terbentuk dari proses iodinasi akan saling bergandengan (coupling), dimana proses ini dikatalisir oleh enzim TPO. Dua rantai molekul diiodotirosin akan saling bergandengan sehingga terbentuk rantai molekul tiroksin (T4), dan selanjutnya satu rantai molekul monoiodotirosin dan satu molekul diiodotirosin akan membentuk rantai molekul triiodotirosin (T3). Sekitar tiga perempat atau 70%  jumlah molekul didalam tiroglobulin tidak mengalami coupling, dan hanya berbentuk rantai MIT dan DIT.2,3,6,19,21

 


Rantai Triiodotirosin (T3)
 


Rantai Tiroksin (T4)
Gambar 2.8 Struktur rantai asam amino T4 dan T3 (dikutip dari Guyton AC)3
d.         Penyimpanan (Storage)
Hormon tiroid merupakan hormon yang sangat unik karena disimpan secara ekstrasel. Hormon yang telah terbentuk melalui proses coupling tersimpan ekstraseluler di dalam Tg. Masing – masing Tg mengandung lebih dari 30 molekul T4 dan hanya beberapa molekul T3, dengan jumlah tersebut, pada oraang normal dapat memenuhi kebutuhan 2 – 3 bulan.2,3,6,18
e.         Proteolisis
Adanya pengaruh dari TSH menyebabkan  molekul Tiroglobulin  yang mengandung tiroksin (T4), triidotirosin (T3), DIT, dan MIT, akan mengalami endositosis kedalam sitoplasma sel folikel (micropinocytosis). TSH yang diproduksi oleh hipofisis anterior akan menstimulasi pembentukan vesikel (colloid droplet) pada membran apeks sel folikel. Ketika vesikel telah berada di sitoplasma, terjadi fusi antara vesikel tersebut dengan lisosom, yang akhirnya terjadi proteolisis atau degradasi dari fusi tersebut oleh enzim-enzim endopeptidase seperti katepsin B, D, H, dan L. Setelah proses degradasi oleh enzim endositosis berlangsung, terjadi proses proteolisis tiroglobulin yang lebih lanjut oleh enzim-enzim eksopeptidase (dipeptidyl-peptidases I and II, lysosomal dipeptidase I, and N-acetyl-l-phenolalanyl-L-tyrosine hydrolase)  sehingga akibatnya T4, T3, MIT dan DIT bebas di dalam sitoplasma sel folikel.2,3,6,19,21
Gambar 2.9 Ilustrasi mekanisme micropinocytosis (dikutip dari Bhagavan NV)21
f.         Deiodinasi
            Molekul MIT dan DIT yang berada pada sitoplasma sel folikel tidak dikeluarkan kedalam sirkulasi, molekul-molekul tersebut mengalami deiodinasi oleh enzim yodotirosin deiodinase. Dipecah menjadi yodida yang kemudian disimpan didalam intrathyroidal pool, yang nantinya akan digunakan kembali sebagai bahan utama sintesis hormon tiroid.2,6,19,20
g.         Pengeluaran hormon dari kelenjar tiroid (releasing)
Setelah proses proteolisis selesai dan keempat molekul (T4, T3, MIT, dan DIT) bebas, hanya T4 dan T3 saja yang dikeluarkan dari membran basal sel folikel dan masuk ke dalam sirkulasi darah. Proses keluarnya T4 dan T3 dari membran basal sel folikel belum diketahui dengan jelas, hal ini kemungkinan diperantarai suatu protein transporter yang spesifik, namun hingga saat ini belum ada satu penelitian yang dapat mengidentifikasikan protein transporter tersebut.2,5,6,19
Gambar 2.10  Biosintesis hormon tiroid  (dikutip dari Guyton AC)3

Pengangkutan Hormon Tiroid
Setelah T4 dan T3 keluar melewati membran basal dan masuk ke dalam sirkulasi darah, hormon-hormon tiroid ini kemudian akan berikatan dengan protein-protein pengikat yang telah berada di sirkulasi darah yaitu Thyroxin Binding Globulin (TBG),  Thyroid Binding PreAlbumin (TBPA) atau yang lebih dikenal dengan Transhyretin (TTR) dan albumin. Lebih dari 90% hormon tiroid ini berikatan dengan protein pembawa, dan sekitar 70% hormon tiroid ini berikatan dengan TBG dan sisanya terikat pada TBPA dan albumin, hanya sekitar 0,35% dari T4 (free-T4/FT4) total dan 0,25% dari T3 (free-T3/FT3) total yang berada dalam keadaan bebas. Hormon tiroid yang bebas ini dapat berdifusi keluar dari sirkulasi darah masuk ke dalam jaringan sehingga memiliki efek biologis sebagai hormon di jaringan.  Dalam keadaan normal, kadar FT4 dan FT3 total menggambarkan keadaan hormon bebas. Dalam keadaan normal kadar hormon T4 berkisar antara 1-3 ng/dl dan kadar hormon T3 berkisar antara 0.25-0.5 ng/dl (nanogram/desiliter)2,5,6,19
Ikatan antara protein pengikat dengan T4 lebih kuat dibandingkan dengan protein pengikat dan T3. Hal inilah yang menjadi dasar lamanya waktu paruh kedua hormon tiroid tersebut. Waktu paruh untuk T4 sekitar 6 hari dan waktu paruh untuk T3 sekitar 24 jam.3,5,6,19
Metabolisme Hormon Tiroid
            Produk utama dari kelenjar tiroid adalah T4, namun molekul ini merupakan bentuk prehormon yang harus dikonversi menjadi bentuk aktif T3 dan bentuk yang tidak aktif rT3 melalui proses deiodinasi yang dikatalisir oleh asam amino selenosistein yang mengandung selenium sehingga dapat berfungsi dalam aktivitas biologi.2,4,6
            Terdapat tiga macam proses deiodinasi yang masing-masing proses tersebut memilki perbedaan tempat dan fungsi.2,4,6
a.                  Deiodinasi I (DI)
Proses deiodinasi ini terjadi pada hati, ginjal, sistem saraf pusat, kelenjar pituari anterior, dan kelenjar tiroid, T3 yang dihasilkan dari proses konversi T4 akan beredar di plasma. Selain mengkonversi T4 menjadi T3, proses DI ini juga akan berfungsi untuk mendegradasi rT3 menjadi rT2.
b.                  Deiodinasi II (DII)
Proses ini terjadi pada sistem saraf pusat, kelenjar pituari, plasenta, tiroid, jantung, lemak coklat, dan otot skeletal. T3 yang dihasilkan dari proses konversi akan digunakan di otak, menyediakan kebutuhan neuron terhadap T3. Pada otak, hormon ini terletak di astroglia.
c.                  Deiodinasi III (DIII)
Proses deidonisasi ini terjadi pada sistem saraf pusat, plasenta dan kulit. T4 akan dikonversi menjadi rT3 yang merupakan bentuk tidak aktif dari T3. rT3 yang terbentuk melalui proses ini bertujuan/bertanggungjawab untuk menjaga rasio perbandingan kadar T3 dan T4 terutama pada sistem saraf pusat dan mengurangi masuknya hormon yang berlebihan dari ibu ke janin.
Fungsi Fisiologis Hormon tiroid
            Fungsi fisiologi dasar dari hormon tiroid adalah mengaktifkan transkripsi gen (gambar 2.11). Proses ini diawali dengan masuknya T4 kedalam sel, selanjutnya di sitoplasma oleh enzim 5’-deiodinasi T4 dikonversi menjadi T3. T3 tersebut akan bergerak menuju nukleus dan melekat pada reseptor hormon tiroid. Proses ikatan T3 dan reseptor ini nantinya menimbulkan suatu kompleks ikatan sehingga mengaktivasi terjadinya transkripsi gen yang akan menghasilkan protein khas sel tersebut.3,4,6,9

 











Gambar 2.11 Peranan Hormon T3 dalam mengaktifkan transkripsi gen dan fungsi fisiologis        hormon tiroid secara umum ( dikutip dari Guyton AC)3

a.         Aktivitas metabolisme seluler
1.         Peningkatan jumlah dan aktivitas mitokondria
Hormon tiroid berperan dalam proliferasi dan diferensiasi mitokondria, sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah dan ukuran/luas permukaan membran mitokondria. Selain itu juga menyebabkan  terjadi peningkatan aktivitas mitokondria sehingga menghasilkan peningkatan pembentukan adenosine triphosphate (ATP) yang digunakan sebagai energy seluler.3,4,9
Hal ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan Schneider dan Hood pada tahun 2000, dimana pemberian hormon T3 secara invitro pada otot jantung tikus menginduksi terjadinya biogenesis mitokondria sehingga menyebabkan peningkatan jumlah mitokondria pada sel-sel otot jantung tersebut.23
2.         Peningkatan transport aktif ion melewati membran sel
Hormon tiroid dapat menyebabkan terjadinya peningkatan transport aktif ion masuk ke dalam sel. Proses ini diperantarai oleh adanya reseptor hormon tiroid yang terdapat pada nukleus sel. Beberapa teori lain juga menjelaskan proses terjadinya peningkatan transport ini seperti efek hormon tiroid yang menyebabkan terjadinya kebocoran pada membran sel sehingga memudahkan masuknya sodium melalui pompa Na+/K+ ATPase. Hingga saat ini belum ada teori yang menjelaskan dengan pasti mekanisme yang terjadi sehingga masih dianggap belum jelas 3,4
Penelitian yang dilakukan oleh Ornellas DS, dkk pada tahun 2003 memberikan hasil terjadinya peningkatan transport ion. Penelitian ini dilakukan   dengan membandingkan kadar chlorida  pada sel tubulus proksimal ginjal kelompok tikus hipotiroid dan kelompok tikus hipertiroid, proses transport terjadi diduga karena adanya regulasi dari cairan ekstraseluler.24
b.         Pertumbuhan
Fungsi utama hormon tiroid adalah menstimulasi perkembangan otak selama kehidupan janin, dan ketika tahun pertama kehidupan. Kekurangan hormon tiroid pada saat ini akan menyebabkan terjadinya retardasi mental dan perkembangan otak yang lebih kecil dibandingkan dengan bayi yang normal.3,4,5
Fungsi penting lain hormon tiroid adalah membantu proses maturasi dan pertumbuhan skleton. Pada anak-anak dengan hipotiroid, pertumbuhan tulang menjadi lambat, selain itu juga penutupan epifisial menjadi tertunda dan sebaliknya pada anak-anak dengan hipertiroid pertumbuhan terjadi secara berlebihan yang tidak sesuai dengan usia saat itu.3
c.         Mekanisme tubuh secara umum
1.         Stimulasi metabolisme karbohidrat
Hormon tiroid menstimulasi metabolisme karbohidrat dalam semua aspek seperti meningkatkan pengambilan glukosa oleh sel, peningkatan glikolisis dan glukoneogenesis untuk membentuk glukosa bebas, meningkatkan absorpsi pada traktus gastrointestinal, dan juga meningkatkan sekresi insulin.3,4,5
2.         Stimulasi metabolisme lemak
Hormon tiroid menyebabkan peningkatan oksidasi asam lemak bebas oleh sel,   penurunan  penimbunan   lemak   pada   tubuh.   Pada  plasma   hormon   ini menurunkan konsentrasi kolesterol, posfolipid dan trigliserida. Salah satu mekanisme yang terjadi dari penurunan kolesterol plasma adalah terjadinya peningkatan sekresi oleh empedu dan pengeluaran melalui feses. Pada hati, hormon tiroid merangsang peningkatan jumlah reseptor low density lipoproteins (LDL) sehingga lebih banyak LDL plasma yang dibuang melalui sel hati.3,4,5
3.         Sistem kardiovaskular
Hormon tiroid meningkatkan aliran darah dan cardiac output melalui peningkatan metabolisme di jaringan, jumlah pemakaian oksigen meningkat dan produk akhir yang dilepaskan juga semakin meningkat. Hal ini menyebabkan terjadinya vasodilatasi  pada beberapa jaringan yang akhirnya meningkatkan aliran darah. 3                                                                                   
Hormon tiroid menstimulasi terjadinya transkripsi myosin He-β, sehingga terjadi peningkatan kontraksi otot miokard, mengubah konsentrasi protein G, reseptor adrenergik, sehingga hormon tiroid memiliki efek yonotropik positif, dimana secara klinis terlihat sebagai naiknya curah jantung dan takikardia.3.4.5
4.         Sistem saraf pusat
     Secara umum, hormon tiroid dapat meningkatkan perkembangan otak seperti  peningkatan kemampuan kecepatan berpikir. Individu dengan hipertiroid memiliki kecenderungan terjadi gangguan psikoneurotik, kecemasan, rasa kantuk, tremor dan reflex yang meningkat akibat rangsangan hormon yang berlebih pada synap neuron,  dan paranoid3,8
5.         Otot
     Fungsi hormon tiroid pada otot terutama adalah menjaga keseimbangan dan kontraktilitas otot. Peningkatan hormon tiroid dalam jumlah yang kecil/sedikit dapat menyebabkan terjadinya kontraksi otot, namun peningkatan hormon tiroid yang terlalu banyak/berlebihan  menyebabkan terjadinya kelemahan otot akibat peningkatan dari katabolisme protein. Sebaliknya kekurangan hormon tiroid menyebabkan otot terlalu lambat untuk relaksasi setelah kontraksi.3,4
                 Pada synap neuron di daerah medulla spinalis, hormon tiroid berfungsi untuk menjaga/mengontrol keseimbangan kontraksi otot. Pada individu dengan hipertiroid akan terjadi peningkatan reaktifitas synap-synap neuron ini sehingga menimbulkan getaran yang berlebihan atau yang disebut dengan tremor.3
6.         Fungsi seksual
     Penurunan hormon tiroid pada pria menyebabkan kehilangan libido sedangkan pada wanita penurunan hormon ini menyebabkan menoragi dan polimenorea. Efek ini tidak secara langsung disebabkan karena hormon tiroid tapi dihasilkan oleh efek eksitatori dan inhibisi pada kelenjar pituari anterior.3,4,5

Referensi :
1.        Hendrix RA. Disease of the Thyroid and Parathyroid Glands. In : Snow JR, Ballenger. Ed. JJ Ballenger’s Otorhinolaryngology, Head and Neck Surgery. 16th edition. : People’s Medical Publishing House. 2003. p.1455-1459
2.        Carassco N. The Normal Thyroid. In : Braverman LE, Utiger RD. Ed. Werner and Ingbar’s – the Thyroid: A Fundamental and Clinical Text. 9th edition. Lippincott Williams & Walkins. 2005. p.3-305.
3.        Guyton AC, Hall JE. TextBook of Medical Physiology. 11th edition. Elseviers Saunders. Philadelphia. 2006. p. 931-939.
4.        Ganong WF. Review of Medical Physiology. 22nd edition. MacGraw-Hill Companies. USA. 2003. P. 320-330
5.        Djokomoeljanto R. Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme, dan Hipertiroidisme. dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Editor: Sudoyo AW. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006. hal.1933-1937.
6.        Larsen PR, Davies TF, Hay ID. The Thyroid Gland. In : Wilson JD, Foster DW, Kronenberg HM, Larsen PR. Ed. Williams TextBook of Endocrinology. 9th edition.  WB Saunders Company. Philadelphia. 1998. p. 389-402.
7.        Roezan A, Munir M, Soepardi E, Soewito. Kurikulum Program Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok dan Bedah Kepala Leher. Perhati. 1997. hal. 99.
8.        Kay JD, Goldsmith AJ. Embryology of the Thyroid and Parathyroid. Department of Otolaryngology, Division of Pediatric Otolaryngology, State University of New York Downstate Medical Center. January 14 2010.
9.        Macdougall IR. Managament of Thyroid Cancer and Related Nodular Disease. Springer. London. 2006. p.21-50.
10.    Stewart WB, Rizzolo LJ. Embryology and Surgical anatomy of the Thyroid and Parathyroid Glands. In: Oertli D, Udelsman R. Ed. Surgery of the Thyroid and Parathyroid Glands. Springer. NewYork. 2007. p.13-19
11.    Rohen JW, Drecoll-Elke L. dalam: Embriologi Fungsional - Perkembangan Sistem Fungsi Organ Manusia. edisi 2. EGC. Jakarta. 2009. hal.127-128.
12.    Steward DL, Hairston JA. Developmental and Surgical Anatomy of the Thyroid Compartment. In: Terris DJ, Gourin CG. Ed. Thyroid and Parathyroid disease – Medical and Surgical Management. Thieme. NewYork. 2009. p.11-17
13.    Blitzer A, Schwartz J, Song P, Young M. Oxford American Handbook of Otolaryngology. Oxford University Press. NewYork. 2008. p.220-221.
14.    Sarkar SD. The Pathophysiologic Basis of Nuclear medicine. 2nd edition. Ed : Elgazzam AH. Springer, Kuwait. 2006. p. 209-214.
15.    Putz R, Pabst R. Atlas Anatomi Manusia – Sobotta. Jilid 1. Edisi 12. EGC. 2000. hal.158.
16.    Gorges R, Bockisch A. Thyroglobulin as Spesific Tumor Marker in Differentiated Thyroid Cancer. In: Biersack HJ, Grunwald F. Ed. Thyroid Cancer. 2th edition. Springer. NewYork. 2005.  p.221-227.
17.    Fitria L. Berbagai Kelenjar Endokrin. 2005
18.    Rousset BA, Dunn JT, Thyroid Hormone Synthesis. and Secretion. April 13 2004
19.    Goodman HM. Basic Medical Endocrinology. 3rd edition.. Elsevier Science. USA. 2003. p. 77-109
20.    Bowen R. Synthesis and Secretion of Thyroid Hormones. March 15 1999.
21.    Bhagavan NV. Medical Biochemistry. 4th edition. Harcourt/Academy Press. Florida. 2002. p.770-779.
22.    Mallery C. How Thing get in/out of cell. Department of Biology - University of Miami. March 4 2010.
23.  Schneider JJ, Hood DA. Effect of Thyroid Hormone on mtHsp70 Expression, Mitochondrial Import and Processing in Cardiac Muscle. Journal of Endocrinology. Departments of Kinesiology and Health Science and Biology. York University. Toronto. Ontario. Canada. 2000
24.  Ornellas DS, et al. Thyroid Hormone Modulates CIC-2 Chloride Channel Gene Expressions in Rat Renal Proximal Tubules. Department of Physiology of the Johns Hopkins University School of Medicine. Baltimore, Maryland. USA. Journal of Endocrinology. 2003

Tidak ada komentar:

Posting Komentar