Willy Silyen, dr
Resident of ENT & Head Neck Surgery Department
Brawijaya University, Saiful Anwar General Hospital
Sistem Imun Pra Tonsilektomi
Lokasi tonsil sangat memungkinkan mendapat paparan benda asing dan patogen, yang selanjutnya dibawa ke sel limfoid. Aktivitas imunologi terbesar dari tonsil ditemukan pada usia 4 – 10 tahun. Pada usia lebih dari 60 tahun Ig-positif sel B dan sel T berkurang banyak sekali pada semua kompartemen tonsil.6,11
Gambaran struktur imunologis tonsil menunjukkan seluruh elemen yang dibutuhkan untuk sistem imunologi mukosa. Bakteri, virus, atau antigen makanan akan ditangkap secara selektif oleh makrofag, sel HLA (Human Leukocyte Antigen) dan sel M dari tipe tonsil. Selanjutnya, antigen ditransport dan dipresentasikan ke sel T pada area ekstra folikuler dan ke sel B pada sentrum germinativum oleh FDCs (Follicular Dendritic Cells).12,13
Gambar 1. Diagram skematis tonsil palatina dan komposisi sel (dikutip dari Amarudin)12
Interaksi antara sel T dengan antigen yang dipresentasikan oleh APC akan mengakibatkan terjadinya peristiwa biokimiawi dalam sel T yang merupakan sebagian signal untuk mengaktifkan sel T, yaitu peningkatan kadar ion Ca ++ dalam sitoplasma dan mengaktifkan enzim kinase protein C. Dua faktor tersebut belum cukup untuk mengaktifkan sel T karena ada faktor ketiga yaitu IL-1 yang disekresi oleh APC. IL-1 akan meningkatkan kemampuan proliferasi sel Th2 setelah distimulasi oleh IL-4. 9
Sel T yang telah aktif ditandai dengan sekresi IL-2 dan ekspresi reseptor IL-2, sehingga akan; 1) meningkatkan jumlah klon sel T sendiri, 2) meningkatkan perbanyakan limfosit lain yang telah diaktifkan oleh antigen yang sama atau mirip, namun tidak dapat menghasilkan IL-2 (sel CD8+), 3) meningkatkan jumlah sel limfosit yang telah dirangsang sebelumnya tetapi memiliki reseptor IL-2 (sel memori yang tidak spesifik terhadap antigen yang merangsangnya), dan 4) meningkatkan pertumbuhan sel-sel bukan limfosit T tetapi memiliki reseptor IL-2 (limfosit B dan natural killer cell – NK).1,3,9
Aktifasi limfosit B oleh sitokin akan menjadikannya sel plasma yang dapat menghasilkan antibodi. Selain IL-2, sitokin lain yang bertindak sebagai aktivasi dan promotor pembelahan terhadap sel B, ditemukan IL-4 yang berperanan sebagai aktifator limfosit B , IL-5 sebagai faktor pertumbuhan limfosit B aktif dan IL-6 sebagai faktor diferensiasi akhir yang mampu menjadikan sel B melepaskan immunoglobulin.9
Imunoglobulin didistribusikan pada zona ekstrafolikuler dan epitel kripte yang selanjutnya disekresikan kedalam kripte. Selain itu tonsil juga akan mensekresikan dan bertindak sebagai sumber IgA dengan rantai J positif dimer untuk area lain pada sistim respirasi atas seperti kelenjar parotis, lakrimalis, mukosa hidung dan mukosa telinga tengah.14,15
Secara sistematik proses imun di tonsil terbagi menjadi 3 kejadian yaitu 1) respon imun tahap I, 2) respon imun tahap II, dan 3) respon imun tahap III. Pada respon imun tahap I terjadi ketika antigen memasuki orofaring mengenai epitel kripte yang merupakan kompartemen tonsil pertama sebagai barier imun. Sel M tidak hanya berperan mentranspor antigen melalui barier epitel tapi juga membentuk komparten mikro intraepitel spesifik yang membawa bersamaan dalam konsentrasi tinggi material asing, limfosit dan APC seperti makrofag dan sel dendritik. Bagaimanapun interaksi sel M dengan sel yang berbeda dalam sistem imun di mikrokompartemen selama inisiasi respon imun selular atau humoral hingga saat ini tidak diketahui dengan pasti.16
Sel limfoid ditemukan dalam ruang epitel kripte tonsila palatina terutama terdiri atas limfosit B dan sel T helper (CD4+). Respon imun membutuhkan aktivasi oleh sitokin yang berbeda. Sitokin adalah peptida yang terlibat dalam regulasi proses imun dan dihasilkan secara dominan melalui stimulasi antigen lokal oleh limfosit intraepitel, sel limfoid lain atau sel non limfoid. Sel T intraepitel menghasilkan berbagai sitokin antara lain IL –2, IL-4, IL-6, TNF-α, TNF-β / LT-α, INF γ, dan TGF-β.16
Diperkirakan 50-90% limfosit intraepitel adalah sel B. Sel B berupa mature memory cells B dengan potensial APC yang memungkinkan terjadinya kontak antara antigen presenting B cells dan T cells, menyebabkan respon antibodi yang cepat. Beragam isotipe Ig dihasilkan dalam tonsila palatina, 82 % dari sentrum germinativum menghasilkan Ig D, 55% Ig M, 36% IgG dan 29 % IgA.12
IgA merupakan komponen substansial sistem imun humoral tonsila palatina. Produksi J-chain oleh penghasil Ig sebagai faktor krusial dalam transpor epitel polimer Ig melalui komponen sekretoris transmembran. Distribusi J-chain itu sendiri tergantung dari lokasi sel (29% IgA dihasilkan di sentrum germinativum dan 59% IgA dihasilkan di regio ekstrafolikular).12
Respon imun tonsila palatina tahap kedua terjadi setelah antigen melalui epitel kripte dan mencapai daerah ekstrafolikular atau folikel limfoid. Pada daerah ekstrafolikular, IDC dan makrofag memproses antigen dan menampakkan atigen terhadap CD4+ limfosit T. Sel TFH kemudian menstimuli limfosit B folikel sehingga berproliferasi dan bermigrasi dari dark zone ke light zone, mengembangkan suatu antibodi melalui sel memori B dan antibodi melalui sel plasma. Sel plasma tonsil juga menghasilkan lima kelas Ig (IgG 65%, IgA 20%, sisanya Ig M, IgD, IgE) yang membantu melawan dan mencegah infeksi. Lebih lanjut, kontak antigen dengan sel B memori dalam folikel limfoid berperan penting untuk menghasilkan respon imun sekunder. Meskipun jumlah sel T terbatas namun mampu menghasilkan beberapa sitokin (misal IL-4) yang menghambat apoptosis sel B.12,16
Respon imun tahap yang ketiga berupa migrasi limfosit. Perjalanan limfosit dari penelitian didapat bahwa migrasi limfosit berlangsung terus menerus dari darah ke tonsil melalui HEV (High Endothelial Venules) dan kembali ke sirkulasi melaui limfe. Tonsil berperan tidak hanya sebagai pintu masuk tapi juga keluar limfosit, beberapa molekul adesi (ICAM-1 dan L-selectin), kemokin, dan sitokin. Kemokin yang dihasilkan kripte akan menarik sel B untuk berperan didalam kripte 5,12
Gambar 2. Imunologi tonsil (dikutip dari Cantani)5
Sistem imun pada tonsilitis kronis
Gambaran respon imun pada tonsillitis kronis menunjukkan terjadinya peningkatan deposit antigen pada jaringan tonsil. Hal ini menyebabkan peningkatan regulasi sel-sel imunokompeten yang terjadi terus-menerus. Peningkatan IL-1β dan IL-6 bertanggung jawab terhadap efek sistemik tonsilitis kronis seperti demam rematik, pustulosis palmaris ataupun glomerulonefritis akut. 12
Penelitian yang dilakukan oleh Dilek pada tahun 2010. Mengatakan bahwa tonsil pada penderita tonsilitis kronis akan mengekspresikan enzim siklooksigenasi (COX) 1 dan 2. Aktifnya enzim tersebut akan menghasilkan mediator inflamasi yaitu prostaglandin yang membantu regulasi imunitas seluler dan humoral, memodulasi sitokin, dan mengaktivasi proliferasi sel T. Hal sebaliknya yang terjadi, aktivasi sel T dan B akan meningkatkan ekspresi dari enzim Cox-2, sehingga proses inflamasi akan meningkat.17
Pada penderita tonsilitis kronis, level serum IgG, IgM, dan IgA meningkat dari jumlah normalnya. Hal ini dihubungkan dengan keadaan terjadinya stimulasi oleh antigen yang terus menerus pada tonsil.1
Peningkatan produksi IgA pada kasus tonsilitis kronis dihubungkan dengan insiden terjadinya IgA nefropati, yaitu terjadinya deposit IgA pada glomerolus ginjal. Namun hingga saat ini belum didapatkan penjelasan bagaimana mekanisme pasti dari penyakit tersebut.18
Tabel 1. Perbedaan Imunoglobulin pada tonsil normal dan tonsilitis rekuren
Imunoglobulin | Normal | Tonsilitis rekuren | ||
Sentrum germinal | Ekstrafolikel | Sentrum germinal | Ekstrafolikel | |
IgM | 55% | 62% | 63% | 54% |
IgG | 36% | 2% | 45% | 1% |
IgA | 29% | 51% | 2% | 19% |
Dikutip dari Cantani 5
Penelitian oleh Go, dkk yang membandingkan ekspresi mRNA pada tonsilitis kronis dan tonsil hipertrofi, ditemukan bahwa pada tonsilitis kronis terjadi penurunan ekspresi mRNA Occludin, ZO-1 (Zona Occludens), JAM-1 (Junctional Adhesion Molecule), dan claudin-1, -3, -4, -8, dan -14 dibandingkan dengan tonsil hipertrofi. mRNA tersebut merupakan barier sistem pertahanan tonsil yang terletak pada epitel kripta.19
Penelitian yang dilakukan oleh Kaditis, dkk pada tahun 2008, menemukan terjadinya peningkatan limfosit T (CD4+ dan CD8+) pada jaringan ekstrafolikuler tonsil hipertrofi yang disertai dengan OSA. Peningkatan jumlah limfosit T menyebabkan bertambahnya reseptor sistenil leukotrien yang akhirnya melepaskan leukotrien semakin banyak. Pada penelitian ini didapatkan bahwa meningkatnya produksi leukotrien menyebabkan keadaan bertambah besarnya seluruh jaringan limfoid faring yang akhirnya memperberat kondisi OSA.20
Menurut Muharjo, keadaan OSA akan menyebabkan kondisi hipoksia. Keadaan hipoksia ini akan berakibat pada penurunan baik jumlah maupun fungsi neutrofil, monosit, limfosit T, limfosit B sehingga terjadi gangguan dari fungsi imunitas tubuh.7
Sistem Imun Pasca Tonsilektomi
Penelitian kohort yang dilakukan oleh Liaw pada tahun 1997, mendapatkan bahwa terjadi peningkatan angka penderita penyakit hodkins setelah dilakukannya tonsilektomi. Hal ini disebabkan terjadinya gangguan fungsi imunitas pada daerah faring, selain itu disebabkan karena paparan yang berulang oleh virus epstein barr. Penelitian yang dilakukan oleh Kaiser pada tahun 1927 dan cunningham tahun 1931 dikutip oleh Arnold JW, menyimpulkan bahwa tindakan adenotonsilektomi dapat menurunkan insiden terjadinya penyakit demam rematik, chorea, dan penyakit jantung.8,21
Penelitian yang dilakukan oleh Ogra pada tahun 1971 dikutip oleh Wood, menyimpulkan bahwa terjadi penurunan antibodi IgA yang signifikan pada pasien pasca tonsilektomi dan didapatkan peningkatan kejadian poliomeilitis setelah dilakukan imunisasi. Hal tersebut juga didapatkan pada penelitian yang dilakukan oleh Ballester, dkk pada tahun 2006 yang menyimpulkan bahwa terdapat penurunan jumlah level serum IgA pada pasien yang menjalani tonsilektomi. Namun penurunan IgA yang lebih signifikan terjadi bila dilakukan tindakan tonsilektomi dan apendektomi sekaligus. Donovan melalui penelitiannya pada tahun 1973 mendapatkan peningkatan terjadinya resiko infeksi oleh kuman Haemophilus influenzae akibat penurunan serum IgA setelah operasi tonsilektomi.22,23,24,25
IgA merupakan antibodi yang dihasilkan oleh jaringan mukosa limfoid. Transpor aktifnya melalui epitel. IgA merupakan pertahanan pertama pada daerah mukosa dengan cara menghambat perkembangan antigen lokal, dan telah dibuktikan dapat menghambat virus menembus mukosa. Terjadinya penurunan level serum IgA yang dikenal dengan istilah defisiensi serum IgA akan menyebabkan berkurangnya pertahanan pada mukosa. Produksi IgA bukan hanya dihasilkan oleh tonsil. Salah satu organ yang menghasilkan jumlah IgA yang cukup besar adalah usus halus dibagian lamina propria.9
Penelitian yang dilakukan oleh Xie pada tahun 2002, membandingkan manfaat dilakukannya tonsilektomi pada pasien dengan penyakit IgA nefropati. Ternyata efek jangka panjang tindakan tonsilektomi sangat bermanfaat dalam mengurangi serum level IgA sehingga mengurangi deposit pada ginjal yang akhirnya mencegah terjadinya glomerulonefritis.26
Penelitian yang dilakukan oleh Faramarzi, dkk pada tahun 2006 menyimpulkan terjadinya penurunan jumlah limfosit T, namun akan kembali normal sekitar 8 minggu paska tonsilektomi. Tidak terdapat perubahan yang bermakna pada level serum IgG, IgM dan jumlah limfosit B sebelum dan sesudah tonsilektomi. Terjadi peningkatan level serum IgA ketika 2 minggu setelah dilakukannya tonsilektomi, namun pengukuran IgA yang dilakukan 8 minggu setelah tindakan tonsilektomi didapatkan penurunan level serum.2
Tabel 2. Level serum IgM, IgG, IgA sebelum (Tes pertama) dan sesudah (Tes kedua dan ketiga) menjalani tonsilektomi
Antibodi | Tes pertama (mg/ml) | Tes kedua (mg/ml) | Tes ketiga (mg/ml) | Normal (mg/ml) |
IgM | 2.65±1.4 | 2.73±1.4 | 2.93±1.4 | 1.5 |
IgG | 8.28±1.6 | 8.04±1.7 | 8.14±2.6 | 13.5 |
IgA | 2.92±1.5 | 3.61±1.6 | 2.69±1.6 | 3.5 |
Dikutip dari Faramarzi 2
Penelitian yang dilakukan Cantani pada tahun 1986, dikutip oleh Faramarzi, juga menyimpulkan hal yang sama. Penurunan serum IgA dapat terjadi setelah dilakukannya tonsilektomi. Namun pada minggu kedua akan terjadi peningkatan yang signifikan pada pengukuran serum tersebut dan 8 minggu setelah dilakukan tonsilektomi level serum IgA akan mengalami penurunan kembali, sama seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Faramarzi, dkk.2
Penelitian yang dilakukan oleh Kaygusuz pada tahun 2003 mengenai perbandingan sistem imunitas anak-anak sebelum dan setelah tonsilektomi, menyimpulkan bahwa terjadi penurunan yang tidak signifikan pada level serum CD3+, CD8+, dan CD19+. Terjadi peningkatan yang cukup signifikan pada level serum CD4+ dan penurunan signifikan level serum CD25+ setelah tindakan tonsilektomi. Terdapat penurunan pada level serum IgA, IgG, IgM serta komplemen C3 dan C4 dan bahkan pengukuran yang dilakukan 1 bulan setelah tonsilektomi terjadi penurunan yang cukup signifikan pada level serum tersebut.1
Penelitian yang dilakukan oleh saintz, dkk pada tahun 1992 dikutip oleh Kaygusuz menyimpulkan bahwa penurunan yang signifikan pada level serum IgA, IgG, dan IgM bahkan terjadi hingga 2 bulan setelah dilakukannya tonsilektomi. Penelitian yang sama dilakukan oleh Jurkiewicz pada tahun 2002 juga menemukan penurunan pada imunoglobulin tersebut. Namun tidak ada perbedaan yang signifikan pada level serum komplemen C3 dan C4 sebelum dan sesudah tonsilektomi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tindakan tonsilektomi menyebabkan terjadinya defisit imunitas humoral, dalam hal ini produksi imunoglobulin.1
Pengukuran level serum imunoglobulin sebelum dilakukan tonsilektomi didapatkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan grup kontrol. Peningkatan kadar imunoglobulin ini disebabkan oleh stimulasi antigen yang konstan pada proses infeksi di tonsil. Selanjutnya setelah dilakukannya tindakan tonsilektomi terjadi penurunan pada level serum imunoglobulin. Hal ini dapat disebabkan karena terjadinya proses perbaikan pada jaringan tonsil yang terinfeksi dan juga akibat hilangnya antigen yang melakukan stimulasi tersebut.1
Pengamatan yang dilakukan oleh Baradaranfar melalui penelitiannya di Turki pada tahun 2007, dimana level serum limfosit T dan B, IgG dan IgM menurun setelah operasi tonsilektomi namun peningkatan yang signifikan akan terjadi 6 bulan paska tonsilektomi.3
Tabel 3. Perbandingan parameter imunitas seluler dan humoral sebelum dan 6 bulan sesudah tonsilektomi
Parameter | Sebelum operasi | Sesudah operasi | P value |
CD3 | 60.1±10.3 | 55.36±9 | 0.04 |
CD4 | 36.73±7.43 | 34.39±6.25 | 0.13 |
CD8 | 24.63±4.41 | 22.47±3.85 | 0.03 |
CD4/CD8 | 1.51±0.29 | 1.56±0.33 | 0.45 |
CD20 | 19.19±5.09 | 16.04±5.40 | 0.03 |
IgG (mg/ml) | 943.33±77.38 | 1110±172.90 | 0.00 |
IgM (mg/ml) | 87.00±17.59 | 82.16±20.11 | 0.17 |
Dikutip dari Baradaranfar 3
Penelitian jangka panjang yang dilakukan oleh Kaygusuz pada tahun 2009. Membandingkan level serum IgG, IgA, IgM, C3 dan C4 pada pasien 1 bulan dan 54 bulan setelah adenotonsilektomi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Sehingga penelitian ini menyimpulkan bahwa dilakukannya tindakan adenotonsilektomi tidak akan menyebabkan penurunan imunitas seluler dan humoral.27
Penelitian yang dilakukan oleh Muhardjo pada tahun 2007, memberikan hasil bahwa tindakan adenotonsilektomi yang dilakukan pada penderita adenotonsilits kronis dengan keluhan kelainan Obstructive Sleep Apnea Syndrome (OSAS), akan berdampak pada perbaikan sistem imunitas seluler dan humoral. Perbaikan kondisi hipoksia akan meningkatkan aktifitas interferon γ (IFN γ), mendorong peningkatan aktifitas makrofag dan monosit sehingga memulihkan aktifitas respon imunitas alami. Perubahan perfusi yang mendadak dari kondisi hipoksia (efek withdrawl) menyebabkan Th2 mensekresi IL-10 dan IL-4. Peningkatan sekresi IL-4 dapat memodulasi sekresi IgG, sedangkan sekresi IL-10 dapat digunakan untuk regulasi aktivitas Th1 dan monosit.7
Perbaikan sistem imunitas seluler dan humoral bukan hanya terjadi pada pasien dengan OSAS, hal ini terlihat melalui penelitian yang dilakukan oleh Baradaranfar. Pengukuran yang dilakukan terhadap level serum limfosit T dan B, IgG dan IgM pasien adenotonsilitis kronis sebelum tonsilektomi cukup rendah, dan pada 6 bulan berikutnya terjadi peningkatan atau perbaikan pada sistem imunitas seluler dan humoral penderita tonsilitis kronis.3Referensi :
1. Kaygusuz I, Gödekmerdanb A, Karlidaˇga T, Kele¸s E, Yalçin S, et al. Early Stage Impacts of Tonsillectomy on Immune Functions of Children. Department of Otorhinolaryngology. Fırat University Medical Faculty. Turkey. International Journal of Pediatric Otorhinolaryngology. Vol. 67. 2003. p.1311—1315.
2. Faramarzi A, Shamsdin A, Ghaderi A. IgM, IgG, IgA Serum Levels and Lymphocytes Count Before and After Adenotonsillectomy. Department of Otolaryngology, Head and Neck Surgery. Shiraz University of Medical Sciences. Iran. J. Immunol. Vol. 3. No. 4 .2006. p.187-191.
3. Baradaranfar MH, Dodangeh F, Taghipour S, Atar M. Humoral and Cellular Immunity Parameters In Children Before and After Adenotonsillectomy. Department of Otolaryngology and Head and Neck Surgery. School of Medicine. Yazd University of Medical Sciences. Yazd. Iran. Acta Medica Iranica. Vol. 45. No. 5. 2007. p. 345-350.
4. Akker EVD, Sanders EAM, Staaij BKV, Rijkers GT, Rovers MM, et al. Long-term Effects of Pediatric Adenotonsillectomy on Serum Immunoglobulin Levels: Results of a Randomized Controlled Trial. Department of Otorhinolaryngology. University Medical Center utrecht. Netherlands. Ann Allergy Asthma Immunol. Vol. 97. 2006. p. 251–256.
5. Cantani A. Pediatric Allergy, Asthma and Immunology. Springer Verlag Berlin Heidelberg. Germany. 2008. p. 991-997
6. Wiatrak BJ, Woolley AL. Pharyngitis and Adenotonsillar Disease. In : Cumming CW, Flint PW, Harker LA, Haughey BH, Richardson MA, et al. Ed. Cummings Otolaryngology Head and Neck Surgery. Fourth Edition. Mosby. Philadelphia. 2005. p. 4135-4139
7. Muhardjo. Pengaruh Adenotonsilektomi Pada Anak Enotonsilitis Kronis Obstruktif Terhadap Imunitas. 2007.
8. Liaw KL, Adami J, Gridley G, Nyren O, Linet MS. Risk of Hodgkin's Disease Subsequent to Tonsillectomy : A Population-Based Cohort Study in Sweden. International Journal of Cancer. Volume 72. Issue 5. 1997. p. 711–713.
9. Abbas AK, Lichtman. Basic Immunology-Functions and Disorders of the Immune System. Third Edition. Saunders Elsevier. Philadelphia. 2009. p.1-2, 144, 167.
10. Wikipedia. Immune System. Free Encyclopedia. Juli 2010.
11. Schedlowski M, Tewes U. Psychoneuroimmunology - An Interdisciplinary Introduction. Kluwer Academic/Plenum Publishers. New York. 1999. p. 15-16.
12. Amarudin T, Christanto A. Kajian Manfaat Tonsilektomi. Departemen THT Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. RS Dr Sardjito Yogyakarta. 2005
13. Quinn FB. Tonsillitis, Tonsillectomy, and Adenoidectomy. Department of Otolaryngology-UTMB Grand Rounds. 1999.
14. Go M, Kojima T, Takano K, Murata M, Ichimiya S, Tsubota H, et al. Expression and Function of Tight Junctions in the Crypt Epithelium of Human Palatine Tonsils. Journal of Histochemistry and Cytochemistry. Vol. 52. 2004. p. 1627-1638.
15. Ogra, Pearay L. Mucosal immune response in the ear, nose and throat. Pediatric Infectious Disease Journal. Volume 19. Issue 5. May 2000.
16. Bernstein JM, Baekkevold ES, Brandizaeg P. Immunobiology of the Tonsils and Adenoids, In : Mestecky J, Lamm ME, Strober E, Bienenstocks J, Mcghee JR, et al. Ed. Mucosal immunology. Third edition. Elsevier Academic Press. 2005. p. 1547-1568
17. Dilek FH, Sahin O, Tokyol C, Mazlum M, Aycicek A. Expression of Cyclooxygenase-1 and 2 in Chronic Tonsillitis. Department of Pathology and Ear, Nose. Kocatepe University. School of Medicine. Afyonkarahisar. Turkey. Indian Journal of Pathology and Microbiology. Volume 53. 2010. p. 457-460
18. Xie Y , Chen X, Nishi S, Narita I, Gejyo F. Relationship Between Tonsils and IgA Nephropathy as well as Indications of Tonsillectomy. Kidney International. 2004. Volume 65. p. 1135–1144.
19. Go M, Kojima T, Takano KI, Murata M, Ichimiya S, Tsubota H, et al. Expression and Function of Tight Junctions in the Crypt Epithelium of Human Palatine Tonsils. Journal of Histochemistry and Cytochemistry. Volume 52 (12). 2004. p.1627-1638,
20. Kaditis AG, Ioannou AG. Chaidas K. Alexopoulos EI. Apostolidou M. Apostolidis T. et al. Cysteinyl Leukotriene Receptors Are Expressed by Tonsillar T Cells of Children With Obstructive Sleep Apnea. 2008.
21. Arnold JW. Controversial Problems in Adenotonsillectomy. California Medicine. Vol. 78. No. 5. 1993. p. 444-449.
22. Brodsky L, Poje C. Tonsillitis, Tonsillectomy, and Adenoidectomy. In : Bailey BJ, Johnson JT. Ed. Head & Neck Surgery – Otolaryngology. Fourth Edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2006. p. 1187.
23. wood CBS. immunological Factor and Tonsillectomy. Academic Department of Child Health, St Bartholomew’s Hospital and the London Hospital Medical Colleges. Royal Society Of Medicine. Vol. 66. 1973. p. 411-412.
24. Andreu JC, Ballester, Pérez J, Griera, Ballester F, et al. Secretory Immunoglobulin A (sIgA) Deficiency in Serum of Patients With GALTectomy (Appendectomy and Tonsillectomy). Emergency Department Arnau de Vilanova Hospital. valencia. Spain. 2006.
25. Donovan R, Soothill JF. Immunological studies in children undergoing tonsillectomy. Clin Exp Immunol. 14(3). 1973 July. p.347–357.
26. Xie Y, Nishi S, Ueno M, Imai N, Sakatsume M, Narita I, et al. The Efficacy of Tonsillectomy on Long-Term Renal Survival in Patients With IgA Nephropathy. Kidney International. 2003.
27. Kaygusuza I, Alpaya HC, Gödekmerdanb A, Karlidaga T, Kelesa E, Yalcina S, et al. Evaluation of long-term impacts of tonsillectomy on immune functions of children: A follow-up study. International Journal of Pediatric Otorhinolaryngology. Vol. 73. issue 3. March 2009. p. 445-449.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar